Biro patroli88investigasi.com
Banyumas — Penahanan tiga buruh tambang dalam kasus dugaan pertambangan mineral tanpa izin di Kecamatan Ajibarang Desa Pancurendang grumbul Tajur RT 05 Rw 03, Kabupaten Banyumas, memunculkan pertanyaan serius tentang arah dan keadilan penegakan hukum. Di tengah komitmen negara memberantas tambang ilegal, sorotan kini mengarah pada siapa yang sesungguhnya paling bertanggung jawab.
Satreskrim Polresta Banyumas resmi menahan yg berinisial Y. S alias YT seorang buruh harian lepas, berdasarkan Surat Perintah Penahanan tertanggal 29 Oktober 2025. YT ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Polresta Banyumas atas dugaan keterlibatan dalam penampungan, pengangkutan, hingga penjualan mineral tanpa izin sebagaimana diatur dalam Pasal 161 Undang-Undang Minerba juncto Pasal 55 KUHP.
Selain YT, dua buruh tambang lainnya yg berinisial S M dan G Z H juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang sama. Ketiganya diduga terlibat dalam aktivitas tambang ilegal yang berlangsung di Grumbul Tajur, Desa Pancurendang, Kecamatan Ajibarang.
Namun, di balik langkah hukum tersebut, muncul kritik tajam dari kuasa hukum para tersangka. H. Djoko Susanto, SH, menilai penegakan hukum dalam perkara ini menyasar pihak yang berada di lapisan paling bawah dalam struktur pertambangan.
“Klien kami hanyalah buruh. Mereka bekerja atas perintah, menerima upah harian, dan tidak memiliki kendali atas operasional tambang, apalagi soal perizinan,” tegas Djoko. Ia menilai penahanan terhadap para pekerja justru mencerminkan ketimpangan penegakan hukum, sementara pihak yang diduga memiliki peran sentral—seperti mandor dan pemilik tambang—belum tersentuh proses hukum.
Menurutnya, jika negara ingin serius menertibkan tambang ilegal, maka seharusnya aparat menelusuri rantai tanggung jawab hingga ke aktor utama yang mengendalikan modal, perizinan, dan distribusi hasil tambang. “Menjerat buruh tanpa menyentuh pemodal dan pengelola tambang hanya akan melahirkan ketidakadilan baru,” ujarnya.
Sementara itu, Polresta Banyumas menyatakan telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Negeri Purwokerto dan menegaskan komitmen untuk menindak tegas praktik pertambangan ilegal demi kepastian hukum dan kelestarian lingkungan.
Kasus ini pun menjadi cermin dilema penegakan hukum di sektor sumber daya alam: antara penertiban aktivitas ilegal dan keharusan memastikan hukum ditegakkan secara adil, proporsional, dan menyentuh aktor yang paling bertanggung jawab. Bagi para buruh tambang, proses hukum yang berjalan kini bukan sekadar soal pasal dan prosedur, melainkan soal nasib dan keadilan di tengah kerasnya realitas ekonomi.
(By Baldy)


