SPP Desak Pemerintah Evaluasi Izin dan Usut Dugaan Jual-Beli Tanah Negara di Pangandaran
Patroli88Investigasi.com
Pangandaran– Sekretaris Jenderal Serikat Petani Pangandaran (SPP), Agustiana, dalam siaran pers yang diterima redaksi patroli88investigasi.com, menegaskan bahwa pihaknya mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum mengusut dugaan kejahatan agraria terkait tanah negara eks HGU PTPN VIII yang kini disengketakan.
Hal ini mencuat setelah putusan Pengadilan Negeri Bandung No. 296/Pdt.G/2024/PN.Bdg yang memenangkan gugatan Hirawan Ardiwinata selaku Direktur PT Startrust terhadap PT Bank OCBC NISP Tbk.
Putusan tersebut menyatakan bahwa Bank OCBC NISP wajib mengembalikan jaminan kredit berupa sertifikat HGB No. 1/Desa Cikembulan seluas 92.110 m² di Blok Bulak Laut, yang diterbitkan pada 8 Februari 1997.
Menurut Agustiana, berdasarkan data yang dimiliki SPP, lahan tersebut diduga telah diperjualbelikan oleh pihak bank atau pihak yang mengaku sebagai pemilik kepada sejumlah perusahaan, seperti PT PMB, PT Arnawa, dan PT Trijaya.
Ia menilai transaksi itu cacat hukum karena tanah tersebut merupakan aset negara yang hanya bisa dilepaskan melalui mekanisme redistribusi kepada rakyat penggarap, sesuai ketentuan PP No. 224 Tahun 1961.
“Penguasaan tanah setelah adanya putusan pengadilan tersebut menjadi batal secara hukum. Kecuali rakyat penggarap, tidak ada pihak lain yang sah menguasainya,” ujar Agustiana.
Ia juga menyoroti kejanggalan dalam penerbitan dan peralihan HGB atas nama PT Startrust. Meski memiliki izin HGB hingga 2026 untuk pembangunan kawasan wisata, Agustiana menyebut PT Startrust tidak pernah membangun apapun di atas lahan tersebut.
Seharusnya, kata dia, jika dalam tiga tahun sejak izin terbit tidak ada pembangunan, maka HGB dapat dicabut oleh pemerintah atau BPN.
SPP menduga kuat bahwa praktik jual-beli tanah negara ini melibatkan oknum dari BPN Ciamis (sekarang Pangandaran), serta aparat pemerintahan daerah, bahkan hingga tingkat desa.
Atas dasar itu, SPP menyampaikan lima sikap resmi:
1. Meminta Pemkab Pangandaran untuk mencatat ulang dan menyelesaikan sengketa agraria ini, sebagaimana pernah ditangani oleh Tim Terpadu Kabupaten Ciamis sejak 2004, dan diperkuat kesepakatan bersama DPRD Pangandaran pada 13 Desember 2022.
2. Menuntut evaluasi atas seluruh perizinan terkait pengembangan lahan, termasuk izin pembangunan perumahan serta transaksi jual beli tanah negara di lokasi tersebut.
3. Mendorong moratorium atas pemberian izin baru di atas tanah sengketa hingga ada kejelasan hukum dan administrasi.
4. Mengultimatum waktu satu minggu kepada pihak terkait untuk merespons, sebelum SPP melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
5. Menegaskan bahwa tindakan ini semula ditunda demi memberi ruang penyelesaian damai secara bijaksana.
Agustiana menutup pernyataan dengan menegaskan bahwa tujuan utama SPP adalah menegakkan keadilan agraria dan melindungi hak rakyat penggarap.
(Red)