Batam, -- (P88)Patroli88investigasi.com //
Forum bertajuk *Klarifikasi Pers* yang digelar di Swiss-Belhotel Harbour Bay pada Sabtu, 14 Juni 2025, berubah menjadi ajang kekerasan. Ketua PWI Batam, M. Khafi Ashary, menjadi korban pengeroyokan usai menyampaikan pernyataan tegas soal pentingnya integritas, etika, dan urgensi sertifikasi Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dalam dunia pers. Akibat insiden tersebut, Khafi dilarikan ke rumah sakit.
Peristiwa ini mendapat perhatian luas, termasuk dari pemantau pers nasional, Ery Iskandar, yang menyebut kekacauan dunia jurnalistik hari ini bukan semata-mata karena belum adanya UKW, melainkan karena hilangnya mentalitas etik dan kesadaran profesi.
“Banyak yang sudah UKW, tapi kelakuannya preman. UKW jadi stempel palsu buat gertak dinas, minta proyek, proposal bantuan, bahkan pemalakan berkedok iklan,” tegas Ery pada Minggu (15/6).
Menurutnya, bukan sedikit wartawan bersertifikasi yang justru menjadikan UKW sebagai alat legitimasi tekanan kepada instansi pemerintah dan swasta. Ironisnya, sebagian di antaranya merendahkan wartawan non-UKW, padahal secara perilaku tak mencerminkan nilai-nilai jurnalisme.
Seorang pejabat daerah yang enggan disebut namanya juga mengungkap realita serupa. “Baru tak angkat telepon, langsung muncul berita menyudutkan. Besoknya datang lagi bawa proposal. Dari klarifikasi berubah jadi transaksi,” ujarnya.
PWI Kepri menyatakan akan menempuh jalur hukum atas insiden pengeroyokan. Namun di balik peristiwa ini, muncul pertanyaan besar tentang arah dan masa depan profesi wartawan di Indonesia. Praktik media tanpa kode etik dan wartawan tanpa nurani dinilai merusak kepercayaan publik terhadap dunia pers.
Ery menutup dengan pernyataan menohok, “Yang bisa menyelamatkan pers bukan kartu UKW, tapi kesadaran menolak sogokan dan menjaga martabat profesi.”
*(Amin/ Rohadi)*