Jakarta *_Fastresponindonesia_* Indeks Literasi Digital Nasional pada survei 2022 lalu baru mencapai 3,54 dari skala 5, yang berarti masih berada pada kategori sedang.
Sementara itu, hasil pengukuran Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) yang dilakukan oleh Kementerian Komdigi pada 2024 lalu, menunjukkan skor 43,34 dari skala 100.
Angka ini mencerminkan masih terbatasnya kemampuan masyarakat dalam memahami, memverifikasi, dan menggunakan informasi digital secara kritis dan bertanggung jawab.
Hal ini disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi dan Informasi, Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) RI, Eko Dono Indarto saat membuka seminar nasional Literasi Digital untuk Indonesia Cerdas, Menghadapi Tantangan Disinformasi di Era Post-Truth, Kamis (28/8/2025) di Hotel Tentrem, Kota Yogyakarta.
Eko menyampaikan, era digital menjadi peluang besar sekaligus tantangan serius bagi semua pihak.
Namun di sisi lain, arus informasi yang begitu deras sering bercampur dengan disinformasi, misinformasi, dan hoaks yang berpotensi memecah belah masyarakat, menurunkan kualitas demokrasi, bahkan menimbulkan instabilitas politik dan keamanan.
Eko menyebut era post-truth yang kini sedang dihadapi memperlihatkan bahwa fakta seringkali kalah oleh opini, data dikalahkan oleh narasi, dan emosi lebih mendominasi daripada kebenaran
Di tengah kondisi seperti ini, literasi digital menjadi sebuah kebutuhan mendesak, bukan lagi sekadar pilihan.
"Rendahnya literasi digital membuka celah semakin besarnya risiko paparan disinformasi dan hoaks," katanya.
Bagi Kemenko Polkam, hal ini menjadi perhatian serius karena literasi digital berhubungan langsung dengan ketahanan informasi nasional, kualitas demokrasi, serta stabilitas politik dan keamanan negara.
Seminar literasi digital ini menyasar anak-anak sekolah, akademisi hingga masyarakat umum yang rentan termakan hoaks.
Yogyakarta menjadi tempat pelaksanaan karena masyarakatnya didominasi para pelajar dan mahasiswa.
Yang paham mungkin tidak akan terjebak, salah klik. Tapi yang tidak paham mereka akan tergoda oleh emosinya mereka masing-masing. Karena yang dibangun di ruang digital adalah bagaimana informasi ini langsung diterima tanpa ada satu cek ulang lagi," ucapnya.
"Kita semua harus membangun literasi digital yang positif, jangan sampai tergoda oleh namanya DFK (Desinformasi, fitnah dan ujaran kebencian)," sambung Eko.
Penjabat Sekda DIY, Aria Nugrahadi, menyampaikan, pelaksanaan seminar literasi digital ini tidak hanya berdampak untuk hari ini.
Tetapi untuk masa depan termasuk generasi-generasi penerus kita tentang pemahaman bagaimana ruang literasi digital itu harus betul-betul secara kolaborasi kita jaga bersama," ujarnya.
Aria berharap kolaborasi semua pihak mampu membangun pemahaman literasi digital di kalangan masyarakat.
Dalam kegiatan ini para narasumber yang hadir di antaranya Ketua Tim Literasi Digital Segmen Pemerintah (Kemenkomdigi) Bambang Tri Santoso, Akademisi Fisipol UGM Novi Kurnia, Ketua Presidium Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho, Kasubnit IV Subdit III Dittipidsiber Bareskrim Polri AKP Jhehan Septiani, serta moderator Benyamin Imanuel Silalahi, dari Center for Digital Society UGM.