Kuningan – Kepolisian Resor Kuningan berhasil mengungkap kasus pencabulan terhadap tiga anak di bawah umur, termasuk dua korban disabilitas tuna rungu dan satu balita berusia 5 tahun. Pelaku, seorang pria berinisial A (51) yang berprofesi wiraswasta dan masih bertetangga dengan korban, kini telah diamankan dan ditahan di Mapolres Kuningan. Senin (28/07/2025).
Kasus ini terungkap berawal dari laporan orang tua korban pada Selasa, 15 Juli 2025. Dua korban mengadu kepada orang tua mereka telah dilecehkan. Setelah orang tua korban melakukan cross-check kepada pelaku dan menemukan kebenaran, laporan pun dibuat ke Polres Kuningan.
Kasat Reskrim Polres Kuningan, AKP Nova Bhayangkara menjelaskan kronologi kejadian. "Setelah dilakukan penyelidikan, anak-anak korban diperiksa oleh psikolog. Hasilnya menunjukkan adanya trauma atau syok. Berdasarkan hasil tersebut dan pemeriksaan saksi-saksi, kami naikkan kasus ini ke penyidikan dan langsung melakukan penangkapan," terang AKP Nova.
Pelaku A awalnya diamankan oleh warga, kemudian diserahkan kepada pihak kepolisian dan penangkapan resminya dilakukan di Mapolres. Pengembangan kasus ini mengungkap adanya dua korban tambahan, satu yang merupakan disabilitas tunarungu, dan satu lagi korban balita berusia 5 tahun. Dengan demikian, total korban pencabulan pelaku mencapai tiga orang.
AKP Nova merinci lokasi kejadian pencabulan. "Kalau yang dua orang korban tanggal 15 Juli itu di warung tempat pelaku biasa nongkrong, yang ada hubungan saudara dengan pemilik warung. Sedangkan yang balita umur 5 tahun, kejadiannya di rumah pelaku," jelasnya. Pelaku diduga telah melakukan tindakan asusila ini sejak awal Januari.
Modus yang digunakan pelaku adalah mengiming-imingi korban dengan jajanan atau minuman saat anak-anak sedang bermain di sekitar lokasi kejadian. Setelah korban terpancing dan dipanggil, pelaku memaksa anak untuk duduk di pangkuannya lalu melakukan perabaan pada bagian sensitif tubuh korban, seperti payudara dan bagian bawah.
Atas perbuatannya, pelaku A terancam hukuman pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, sesuai dengan pelanggaran Pasal 76E Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. Kasus ini menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum mengingat kerentanan korban dan dampak psikologis yang ditimbulkan.